Bakiak sebutan di daerah Jawa untuk sejenis sandal yang telapaknya terbuat dari kayu yang ringan dengan pengikat kaki terbuat dari ban bekas yang dipaku dikedua sisinya. Sangat popular kerana murah terutama dimasa ekonomi susah sedangkan dengan bahan kayu dan ban bekas membuat bakiak tahan air serta suhu panas dan dingin. Bakiak ini umum digunakan di kampung kelahiran saya, untuk digunakan saat pergi ke sumur, ke kamar mandi atau ke tempat-tempat yang basah dan kotor.
Saat masih kecil saya terbiasa memakai bakiak ini kemana-mana agar kaki tidak kotor atau terkena pecahan kaca, dan yang lebih penting lagi ibu sangat kawatir anak-anaknya ketularan lepra karena tetangga kampung kami ada yang kena lepra dan mereka sering lewat jalan di depan rumah. Saat itu memang alas kaki sehari-hari berupa bakiak, hanya kalau ke sekolah atau ke kantor menggunakan sandal. Seingat saya untuk beli sandal atau sepatu, ayah dan ibu harus memesan lebih dulu di toko sandal di samping alun-alun kota kami, karena harganya cukup mahal, apalagi untuk sepatu sandal ukuran kecil yang cocok bagi anak-anak ibu.
Apakah bakiak yang sederhana ini masih sering ditemui sekarang? Ternyata saya menemukan bakiak ini beberapa waktu yang lalu. Suatu ketika, saya ingin sholat di mushola dari hotel yang terletak di daerah Ciloto, di depan mushola berjejer bakiak yang sederhana, seperti saat saya kecil. Hal yang luar biasa karena sudah lama tak melihat bakiak sederhana seperti ini, kalaupun melihat di pasar, biasanya sudah dalam bentuk warna-warna yang indah. Usut punya usut, rupanya bakiak tersebut digunakan untuk mengambil air wudhu, yang letaknya disamping mushola. “Kenapa tidak disediakan sandal jepit?” tanya saya. “Soalnya kalau disediakan sandal jepit, akan sering hilangsedang jika disediakan terompah nyaris tak pernah hilang,” kata petugas yang menemani saya ke mushola.
Terompah
Bakiak atau terompah ini, didaerah Parahiangan lebih berwarna warni, biasanya dipakai oleh para mojang Parahiangan.
0 comments:
Post a Comment